Tugu Biawak yang berdiri megah di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah kini viral di media sosial. Tidak hanya sekedar menarik, namun tugu tersebut tampak realistis.
Proses pembangunan Tugu Biawak ini penuh dedikasi dan efisensi, dikerjakan oleh seniman lokal Rejo Arianto bersama 6 orang timnya. Patung setinggi empat meter itupun selesai dalam waktu 1,5 bulan.
Rejo Arianto menuturkan, tugu yang dibangun dengan anggaran biaya Rp 50 juta ini dimulai dengan pembuatan fondasi cakar ayam, guna menopang beban patung besar dan juga untuk memberikan sestabilan tugu di area terbuka.
Arianto menjelaskan, fondasi merupakan bagian krusial yang akan memastikan patung dapat bertahan lama, meskipun terpapar cuaca ekstrem.
“Pengerjaan dimulai dari cakar ayam, saya dibantu oleh teman-teman sebanyak 6 orang, karena struktur ini adalah penentu utama kekuatan patung. Setelah itu, kita lanjutkan pengerjaan kerangka,” ujar Rejo Arianto.
Setelah fondasi selesai, langkah berikutnya adalah membuat kerangka patung dari besi. Kerangka ini menjadi tulang punggung patung dan dirancang sesuai bentuk anatomi biawak.
“Saya memastikan setiap detail proporsi kerangka sesuai dengan bentuk asli biawak. Ini penting agar hasil akhirnya realistis,” ungkap Arianto.
Tahap berikutnya membangun Tugu Biawak ini adalah melapisi kerangka dengan campuran bahan semen dan pasir. Pada tahap ini, seniman mulai membentuk detail tubuh biawak, seperti sisik, cakar, dan ekor.
Detail-detail kecil ini membutuhkan ketelitian tinggi agar Tugu Biawak ini terlihat hidup.
“Proses pembentukan detail adalah yang paling menantang. Saya harus memastikan setiap sisik tampak alami dan teksturnya menyerupai biawak asli,” ujar Arianto.
Dalam pengerjaan Tugu Biawak ini, Arianto dibantu oleh enam orang yang bertugas pada berbagai tahap, mulai dari pencampuran bahan hingga finishing.
Namun, semua sentuhan akhir dilakukan langsung oleh Arianto untuk memastikan kualitasnya.
“Akhirnya saya sendiri, tapi untuk pengerjaan seperti mengaduk bahan, pengecatan dasarm dan lainnya, saya dibantu tim,” jelasnya.
Pengerjaan Tugu Biawak yang cukup viral ini, dimulai sebelum bulan ramadhan dan selesai lima haru menjelang Hari raya Idul Fitri. Meskipun diburu waktu, kualitas tetap menjadi prioritas utama bagi Arianto dan timnya.
Akhirnya, Tugu Biawak tersebut selesai dan tampak begitu realistis, sehingga banyak pengguna jalan terkejut dan mengira bahwa itu adalah biawak sungguhan.
Prosesnya memang melelahkan, tapi begitu melihat hasilnya, semua kerja keras terbayar,” kata Arianto.
Proses pembangunan Tugu Biawak ini telah menjadi contoh bagaimana kolaborasi yang solitd, efesiensi waktu, dan penggunaan anggaran yang optimal dapat menghasilkan karya berkualitas tinggi.
Bahkan tugu yang dibangunan dengan biaya hanya sekitar Rp50 juta ini berhasil menjadi ikon baru Wonosobo yang sarat dengan nilai seni dan filosofi.