Ketua DPD RI Tolak Rencana APBN Jadi Jaminan Utang Proyek Kereta Cepat China

Redaksi

Ketua DPD RI

Rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang diinisiasi di era Menteri BUMN Rini Soemarno terus menimbulkan polemik. Terbaru, pemerintah China meminta APBN Indonesia sebagai jaminan pembayaran utang proyek tersebut.

Bahkan bunga utang proyek kereta cepat itu ternyata lebih tinggi dari proposal awal yang ditawarkan. Yakni menjadi 3,4 persen dari tawaran awal 2 persen. Biaya pembangunan juga membengkak, dari awalnya US$6,071 miliar menjadi US$7,5 miliar, atau setara Rp112,5 triliun (kurs Rp15.000/US$).

Ketua DPD RI Tolak APBN Jadi Jaminan Utang

“Kita masih ingat lho skema awal yang ditawarkan China di era Menteri Rini Soemarno. Saat itu alasan Indonesia menolak tawaran Jepang, karena China tidak meminta jaminan APBN, hutang yang diberikan dengan bunga rendah 2 persen fix 40 tahun, dan pembiayaan murni B2B,” ungkap Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di Surabaya, Kamis (13/4/2023).

Ketua DPD RI mengatakan, proyek tersebut memang harus business to business (B2B). Karena BUMN di dalam konsorsium tersebut bertindak sebagai badan usaha, bukan mewakili pemerintah.

“Jadi tidak bisa pemerintah China minta jaminan APBN. Harus kita tolak. DPD RI akan memberi catatan kepada DPR RI saat penyusunan RUU APBN 2024. Karena pasti merugikan posisi Indonesia,” tukas LaNyalla yang juga ketua dewan penasehat KADIN Jawa Timur itu.

Masih menurut LaNyalla, dirinya menduga pemerintah China meminta jaminan APBN karena sudah menghitung bahwa pengelola Kereta Cepat Jakarta Bandung PT KCIC, akan kesulitan membayar hutang pokok dan bunganya yang digelontorkan oleh China Development Bank (CDB).

“Lagipula proyek ini memang aneh, kereta dengan kecepatan 300km per jam, tapi digunakan di rute yang pendek, Jakarta-Bandung dengan beberapa stasiun pemberhentian. Jadi akan under optimal dari sisi kecepatan,” pungkas alumni teknik Universitas Brawijaya Malang itu.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.